Jumat, 21 November 2014

Membuat Cerpen Berdasarkan Pengalaman Pribadi


Membuat Cerpen sangatlah mudah apalagi kalau berdasarkan pengalaman pribadi. entah itu dari pengalaman penulis atau pengalamanorang lain. Mungkin kalau cerpen tersebut berdasarkan pengalaman pribadi secara menyeluruh, pasti akan terasa bosan. Untuk itu, penulis musti menambahkan sedikit "bumbu" agar cerpen tersebut membuat pembaca lebih tertarik untuk membacanya.


“AKU DAN KESIALANKU”

Hari sudah pagi, matahari pun mulai menampakkan dirinya. Waktu telah menunjukkan pukul 06.00, namun aku masih juga belum bangun dari tidurku. Bahkan, ayam pun sudah mulai berkokok dan mecari makan untuk anak-anaknya tetapi aku masih juga terlelap dalam dunia mimpiku. Padahal hari ini aku masih harus sekolah dan menuntut ilmu. Terdengar suara Ibu memanggil-manggil namaku, namun aku belum juga bangun dan masih menikmati mimpi indahku.
Ketika aku terjaga dari tidurku, aku melihat jam dinding di kamarku, ternyata sudah menunjukkan pukul 06.15. Tanpa memperdulikan alur cerita di dalam mimpi indahku, aku pun bergegas bangun dan tidak sempat merapikan tempat tidurku. Emm….sebenarnya bukan tidak sempat merapikannya sih, tapi memang aku saja yang pemalas. Mungkin bagi anak cowok, hal seperti itu sudah biasa. Selesai mandi dan memakai seragam lengkap, aku pun siap ke sekolah.
Kebetulan aku berangkat ke sekolah diantar oleh Ayahku menggunakan motor. Aku berangkat dengan tergesa-gesa, maklum takut kesiangan. Coba apa akibatnya jika datang ke sekolah kesiangan? Sudah telat, nanti tidak diizinkan masuk sekolah karena gerbang sudah ditutup atau bisa-bisa malah dimarahin guru lagi. Perasaan itu yang terus-menerus terpikirkan dalam pikiranku sewaktu di perjalanan.
Jarak antara sekolah dengan rumahku kira-kira 15 Km, bisa di bilang sangat dekat (kalau naik pesawat) dan bisa juga di bilang sangat jauh (kalau sambil jalan jongkok).
Ketika di tengah perjalanan, Ayahku memberhentikan motornya kemudian memeriksa ban pada motor tersebut. Setelah di periksa, ternyata ban motornya kempes alias bocor. Tanpa pikir panjang, aku dan ayahku segera mendorong motor tersebut untuk membawanya ke bengkel terdekat. Setelah sekian lama mendorong, namun kami tidak kunjung menemukan bengkel. Hampir aku putus asa, namun kami tetap berusaha mencari bengkel tersebut. Setelah Ayahku bertanya-tanya kepada orang yang berada di sekitar akhirnya kami menemukan bengkel tersebut. Namun, alangkah sialnya nasib ku, montir yang punya bengkel tersebut masih bobo alias tidur.
“Kalau begini caranya aku bisa terlambat masuk ke sekolah”, pikirku.
Setelah ku tunggu sekian lama atau beberapa menit, akhirnya montir tersebut bangun dari tidurnya. Lalu, dibukanya bengkel tersebut tapi sialnya waktu telah menunjukkan pukul 07.15. Aku hanya bisa pasrah, ternyata yang ku khawatirkan terjadi. Dan pada akhirnya motor ayahku selesai juga diperbaiki pada pukul 08.00. Dengan wajah murung dan sedikit kesal, aku pun kembali pulang ke rumah dan tidak jadi pergi ke sekolah. Sesampainya di rumah, aku langsung mengganti seragam ku dan kemudian berbaring di ruang keluarga sambil nonton TV. Tanpa disengaja, aku pun ketiduran di depan TV.
            Setelah tidur sekian lama akhirnya aku terbangun juga. Sambil sempoyongan karena ngantuk aku menghampiri jam dan melihat jam kurang lebih sudah jam 6.
“Waduh, sudah jam 6. Harus buru-buru mandi terus siap-siap ke sekolah, aku tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi.” pikirku.
            Setelah selesai mandi dan memakai seragam lengkap, aku pun siap ke sekolah. Saat itu aku tidak sengaja melihat teman-temanku sedang lewat di depan rumahku tanpa memakai seragam sekolah. Aku pun keluar menemui mereka dan langsung saja aku tanya dengan penuh rasa heran.
            “Pada ngapain?”
            Mereka diam dan penuh tanda tanya juga ketika melihatku.
            “Sudah jam berapa nih, pada ngapain disini?” tanyaku lagi.
            “Kamu ngomong apa sih?” kata salah seorang temanku.
            “Emang nggak ada yang mau ke sekolah? Udah jam 6 lewat nih, nanti telat loh!”
            Spontan mereka tertawa dengan keras dan kompak, “emang sekolah apa jam segini?”
            Aku pun mulai mencerna perkataan mereka sambil memandang ke sekitar dan mulai bertanya-tanya.
“Kenapa mereka berkata begitu? Kenapa langit semakin gelap? Kenapa matahari berada di sebelah barat?”
Berpikir….berpikir….dan berpikir…. Aku pun menyadari ternyata baru jam 6 sore bukan jam 6 pagi. Aku sadar kalau aku tadi siang nonton TV hingga ketiduran. Wajahku pun memerah karena malu. Dengan cepat aku pun berlari masuk ke dalam rumah meninggalkan teman-temanku yang  menertawakanku.
Hari esok pun tiba. Aku sangat berharap kalau hari ini aku tidak mengalami kesialan seperti hari kemarin. Aku percaya, habis gelap maka terbitlah terang. Kebetulan hari ini adalah hari minggu jadi aku tidak pergi sekolah namun aku akan pergi bersama kakakku ke kandang kambing milik Ayahku untuk bermain disana. Ayahku mempunyai banyak kambing, namun hanya ada satu kambing jantan disana.
Setelah sampai di tempat tersebut, kami lupa membawa kunci pagarnya ( kandang kambing kami dikelilingi oleh pagar agar kambing dapat dengan leluasa berkeliaran di dalamnya ). Alhasil, karena letak kandang tersebut yang lumayan jauh dari rumah kami maka kami memutuskan untuk memanjat pagarnya saja ketimbang kembali ke rumah mengambil kuncinya. Kakakku dengan sukses memanjat pagar tersebut, kemudian dia pun membantuku melewati pagar yang tinggi itu hingga akhirnya aku bisa melewati pagar tersebut. Dengan gembira aku dan kakakku langsung memberi makan kambing-kambing tersebut sambil bermain-main dengan kambing tersebut.
Kami memberi makan, memukul, mengejar, dan terkadang menunggangi kambing-kambing yang tidak berdosa tersebut. Yah, sesabar-sabarnya hewan, pasti mempunyai batas kesabaran juga sama seperti manusia. Kambing jantan satu-satunya yang kami miliki mengamuk dan mencoba menyeruduk kami berdua. Refleks, kami berdua pun berlari menjauh dari kejaran kambing tersebut. Dan karena panik, akhirnya kakakku mengambil sebuah batu yang lumayan besar dan melemparnya dengan sekuat tenaga kearah kambing tersebut. Seperti biasanya, lemparan kakakku tersebut tidak pernah meleset dari target. Batu tersebut tepat mengenai kepala kambing jantan itu.
“Rasakan itu, binatang!” teriak kakakku.
Di luar dugaan, kambing tersebut semakin marah dan semakin berhasrat untuk mendaratkan tanduknya yang besar dan lancip itu ke pantat kami. Kakakku pun dengan cepat berlari kearah pagar dan memanjatnya agar bisa keluar dari kandang itu. Aku pun tidak tinggal diam, aku berlari mengikuti kakakku dan mencoba memanjat pagar tersebut namun aku tak bisa. Tanpa kehabisan akal, aku memegang kaki kanan kakakku agar aku bisa memanjat pagar tersebut. Namun karena panik, merasakan kakinya ada yang pegang maka spontan kakakku pun hampir jatuh namun untungnya dia bisa tetap bertahan menggelantung dipagar tersebut. Karena kesal kakinya di pegang sehingga dia tidak bisa memanjat pagar tersebut, kakakku pun menendang kepalaku yang berada tepat di bawahnya menggunakan kaki kirinya. Usaha kakakku itu berhasil. Aku melepaskan genggamanku dan dia berhasil memanjat pagar tersebut dan kabur pulang ke rumah meninggalkanku bersama kambing-kambing ini dengan sedikit memar di kepala.
Aku tak bisa memanjat pagar tersebut. Ketika aku melihat kebelakang, nampaknya kambing tersebut telah bersiap mengambil ancang-ancang untuk menyerudukku. Aku sangat takut sehingga aku pun kencing di celana. Ketika kambing itu berlari kearahku, aku langsung berlari menjauhinya dengan celana yang basah karena air kencing dan aku pun menangis dengan sekencang-kencangnya. Wajahku penuh berlumuran air mata dan ingusku pun keluar dari hidungku sampai mengenai mulutku sehingga aku bisa merasakan rasa asin dari ingus yang telah bercampur air mata tersebut. Dengan kecepatanku yang sangat beda jauh dengan kecepatan kambing tersebut, sudah dapat dipastikan aku akan terluka hari ini. Benar saja, kambing tersebut berhasil menyeruduk pantatku sehingga membuat aku terhempas hingga terjatuh ke tanah beberapa meter. Kambing itu pun meninggalkanku yang terbaring lemah di tanah dan berkumpul bersama kambing lainnya dengan merasa sangat puas telah melukaiku. Aku terus menangis hingga ada orang yang menolongku dan membawa aku pulang ke rumah.
Untungnya, cedera yang ku derita ini tidak begitu parah namun Ibuku mengatakan sebaiknya aku tidak pergi kesekolah dulu untuk beberapa hari agar lukanya bisa sembuh. Aku tidak pergi ke sekolah selama 3 hari. Setelah itu akhirnya lukaku sudah sembuh dan aku bisa pergi ke sekolah setelah beberapa hari tidak pergi ke sekolah. Namun meskipun begitu, aku tetap mengalami kesialan di sekolahku. Mungkin inilah takdir yang harus aku terima, mendapatkan nasib buruk terus-menerus.


Maaf, kalau cerpen yang saya buat masih jauh dari bagus, karena saya juga masih belajar .....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar