Membuat Cerpen sangatlah mudah apalagi kalau berdasarkan pengalaman pribadi. entah itu dari pengalaman penulis atau pengalamanorang lain. Mungkin kalau cerpen tersebut berdasarkan pengalaman pribadi secara menyeluruh, pasti akan terasa bosan. Untuk itu, penulis musti menambahkan sedikit "bumbu" agar cerpen tersebut membuat pembaca lebih tertarik untuk membacanya.
“AKU DAN
KESIALANKU”
Hari
sudah pagi, matahari pun mulai menampakkan dirinya. Waktu telah menunjukkan
pukul 06.00, namun aku masih juga belum bangun dari tidurku. Bahkan, ayam pun
sudah mulai berkokok dan mecari makan untuk anak-anaknya tetapi aku masih juga
terlelap dalam dunia mimpiku. Padahal hari ini aku masih harus sekolah dan
menuntut ilmu. Terdengar suara Ibu memanggil-manggil namaku, namun aku belum
juga bangun dan masih menikmati mimpi indahku.
Ketika
aku terjaga dari tidurku, aku melihat jam dinding di kamarku, ternyata sudah
menunjukkan pukul 06.15. Tanpa memperdulikan alur cerita di dalam mimpi
indahku, aku pun bergegas bangun dan tidak sempat merapikan tempat tidurku.
Emm….sebenarnya bukan tidak sempat merapikannya sih, tapi memang aku saja yang
pemalas. Mungkin bagi anak cowok, hal seperti itu sudah biasa. Selesai mandi
dan memakai seragam lengkap, aku pun siap ke sekolah.
Kebetulan
aku berangkat ke sekolah diantar oleh Ayahku menggunakan motor. Aku berangkat
dengan tergesa-gesa, maklum takut kesiangan. Coba apa akibatnya jika datang ke
sekolah kesiangan? Sudah telat, nanti tidak diizinkan masuk sekolah karena
gerbang sudah ditutup atau bisa-bisa malah dimarahin guru lagi. Perasaan itu
yang terus-menerus terpikirkan dalam pikiranku sewaktu di perjalanan.
Jarak
antara sekolah dengan rumahku kira-kira 15 Km, bisa di bilang sangat dekat
(kalau naik pesawat) dan bisa juga di bilang sangat jauh (kalau sambil jalan
jongkok).
Ketika
di tengah perjalanan, Ayahku memberhentikan motornya kemudian memeriksa ban
pada motor tersebut. Setelah di periksa, ternyata ban motornya kempes alias
bocor. Tanpa pikir panjang, aku dan ayahku segera mendorong motor tersebut
untuk membawanya ke bengkel terdekat. Setelah sekian lama mendorong, namun kami
tidak kunjung menemukan bengkel. Hampir aku putus asa, namun kami tetap
berusaha mencari bengkel tersebut. Setelah Ayahku bertanya-tanya kepada orang
yang berada di sekitar akhirnya kami menemukan bengkel tersebut. Namun,
alangkah sialnya nasib ku, montir yang punya bengkel tersebut masih bobo alias
tidur.
“Kalau
begini caranya aku bisa terlambat masuk ke sekolah”, pikirku.
Setelah
ku tunggu sekian lama atau beberapa menit, akhirnya montir tersebut bangun dari
tidurnya. Lalu, dibukanya bengkel tersebut tapi sialnya waktu telah menunjukkan
pukul 07.15. Aku hanya bisa pasrah, ternyata yang ku khawatirkan terjadi. Dan
pada akhirnya motor ayahku selesai juga diperbaiki pada pukul 08.00. Dengan
wajah murung dan sedikit kesal, aku pun kembali pulang ke rumah dan tidak jadi
pergi ke sekolah. Sesampainya di rumah, aku langsung mengganti seragam ku dan
kemudian berbaring di ruang keluarga sambil nonton TV. Tanpa disengaja, aku pun
ketiduran di depan TV.
Setelah tidur sekian lama akhirnya
aku terbangun juga. Sambil sempoyongan karena ngantuk aku menghampiri jam dan
melihat jam kurang lebih sudah jam 6.
“Waduh,
sudah jam 6. Harus buru-buru mandi terus siap-siap ke sekolah, aku tidak ingin
kejadian kemarin terulang lagi.” pikirku.
Setelah selesai mandi dan memakai seragam
lengkap, aku pun siap ke sekolah. Saat itu aku tidak sengaja melihat
teman-temanku sedang lewat di depan rumahku tanpa memakai seragam sekolah. Aku
pun keluar menemui mereka dan langsung saja aku tanya dengan penuh rasa heran.
“Pada ngapain?”
Mereka diam dan penuh tanda tanya
juga ketika melihatku.
“Sudah jam berapa nih, pada ngapain
disini?” tanyaku lagi.
“Kamu ngomong apa sih?” kata salah
seorang temanku.
“Emang nggak ada yang mau ke
sekolah? Udah jam 6 lewat nih, nanti telat loh!”
Spontan mereka tertawa dengan keras
dan kompak, “emang sekolah apa jam segini?”
Aku pun mulai mencerna perkataan
mereka sambil memandang ke sekitar dan mulai bertanya-tanya.
“Kenapa
mereka berkata begitu? Kenapa langit semakin gelap? Kenapa matahari berada di sebelah
barat?”
Berpikir….berpikir….dan
berpikir…. Aku pun menyadari ternyata baru jam 6 sore bukan jam 6 pagi. Aku
sadar kalau aku tadi siang nonton TV hingga ketiduran. Wajahku pun memerah
karena malu. Dengan cepat aku pun berlari masuk ke dalam rumah meninggalkan
teman-temanku yang menertawakanku.
Hari
esok pun tiba. Aku sangat berharap kalau hari ini aku tidak mengalami kesialan
seperti hari kemarin. Aku percaya, habis gelap maka terbitlah terang. Kebetulan
hari ini adalah hari minggu jadi aku tidak pergi sekolah namun aku akan pergi
bersama kakakku ke kandang kambing milik Ayahku untuk bermain disana. Ayahku
mempunyai banyak kambing, namun hanya ada satu kambing jantan disana.
Setelah
sampai di tempat tersebut, kami lupa membawa kunci pagarnya ( kandang kambing
kami dikelilingi oleh pagar agar kambing dapat dengan leluasa berkeliaran di
dalamnya ). Alhasil, karena letak kandang tersebut yang lumayan jauh dari rumah
kami maka kami memutuskan untuk memanjat pagarnya saja ketimbang kembali ke
rumah mengambil kuncinya. Kakakku dengan sukses memanjat pagar tersebut,
kemudian dia pun membantuku melewati pagar yang tinggi itu hingga akhirnya aku
bisa melewati pagar tersebut. Dengan gembira aku dan kakakku langsung memberi
makan kambing-kambing tersebut sambil bermain-main dengan kambing tersebut.
Kami
memberi makan, memukul, mengejar, dan terkadang menunggangi kambing-kambing
yang tidak berdosa tersebut. Yah, sesabar-sabarnya hewan, pasti mempunyai batas
kesabaran juga sama seperti manusia. Kambing jantan satu-satunya yang kami
miliki mengamuk dan mencoba menyeruduk kami berdua. Refleks, kami berdua pun
berlari menjauh dari kejaran kambing tersebut. Dan karena panik, akhirnya kakakku
mengambil sebuah batu yang lumayan besar dan melemparnya dengan sekuat tenaga
kearah kambing tersebut. Seperti biasanya, lemparan kakakku tersebut tidak
pernah meleset dari target. Batu tersebut tepat mengenai kepala kambing jantan
itu.
“Rasakan
itu, binatang!” teriak kakakku.
Di
luar dugaan, kambing tersebut semakin marah dan semakin berhasrat untuk
mendaratkan tanduknya yang besar dan lancip itu ke pantat kami. Kakakku pun
dengan cepat berlari kearah pagar dan memanjatnya agar bisa keluar dari kandang
itu. Aku pun tidak tinggal diam, aku berlari mengikuti kakakku dan mencoba
memanjat pagar tersebut namun aku tak bisa. Tanpa kehabisan akal, aku memegang
kaki kanan kakakku agar aku bisa memanjat pagar tersebut. Namun karena panik,
merasakan kakinya ada yang pegang maka spontan kakakku pun hampir jatuh namun
untungnya dia bisa tetap bertahan menggelantung dipagar tersebut. Karena kesal
kakinya di pegang sehingga dia tidak bisa memanjat pagar tersebut, kakakku pun
menendang kepalaku yang berada tepat di bawahnya menggunakan kaki kirinya.
Usaha kakakku itu berhasil. Aku melepaskan genggamanku dan dia berhasil
memanjat pagar tersebut dan kabur pulang ke rumah meninggalkanku bersama
kambing-kambing ini dengan sedikit memar di kepala.
Aku
tak bisa memanjat pagar tersebut. Ketika aku melihat kebelakang, nampaknya
kambing tersebut telah bersiap mengambil ancang-ancang untuk menyerudukku. Aku
sangat takut sehingga aku pun kencing di celana. Ketika kambing itu berlari
kearahku, aku langsung berlari menjauhinya dengan celana yang basah karena air
kencing dan aku pun menangis dengan sekencang-kencangnya. Wajahku penuh
berlumuran air mata dan ingusku pun keluar dari hidungku sampai mengenai
mulutku sehingga aku bisa merasakan rasa asin dari ingus yang telah bercampur
air mata tersebut. Dengan kecepatanku yang sangat beda jauh dengan kecepatan
kambing tersebut, sudah dapat dipastikan aku akan terluka hari ini. Benar saja,
kambing tersebut berhasil menyeruduk pantatku sehingga membuat aku terhempas
hingga terjatuh ke tanah beberapa meter. Kambing itu pun meninggalkanku yang
terbaring lemah di tanah dan berkumpul bersama kambing lainnya dengan merasa
sangat puas telah melukaiku. Aku terus menangis hingga ada orang yang
menolongku dan membawa aku pulang ke rumah.
Untungnya,
cedera yang ku derita ini tidak begitu parah namun Ibuku mengatakan sebaiknya
aku tidak pergi kesekolah dulu untuk beberapa hari agar lukanya bisa sembuh. Aku
tidak pergi ke sekolah selama 3 hari. Setelah itu akhirnya lukaku sudah sembuh
dan aku bisa pergi ke sekolah setelah beberapa hari tidak pergi ke sekolah.
Namun meskipun begitu, aku tetap mengalami kesialan di sekolahku. Mungkin
inilah takdir yang harus aku terima, mendapatkan nasib buruk terus-menerus.
Maaf, kalau cerpen yang saya buat masih jauh dari bagus, karena saya juga masih belajar .....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar